Minggu, 02 Januari 2011

Tipologi Penafsiran Kontemporer Terhadap Al-Qur’an


Tipologi dan Proyeksi Penafsiran Kontemporer Terhadap Al-Qur’an
Oleh : Erlan Muliadi


A.       Pendahuluan
Sebagai pegangan dalam kehidupan manusia khususnya penganut agama islam, maka al quran dikaji intensif sejak dari turunnya sampai sekarang dan selama dinamika zaman terus berubah. Al Quran yang dilegitimasi pengarangnya (Allah) merupakan pegangan dan ditegaskan sahih likuli zaman wa makan menggeret interpretasi manusia berkembang sesuai dengan kondisi dan permasalahan yang mereka hadapi seiring dengan berkembangnya persoalan persoalan manusian yang kompleks
Dalam beberapa literature terdapat berbagai acuan dalam proyeksi penafsiran manusia khususnya dalam reinterpretasi Al Quran, dalam proyeksi penafsiran ini penulis menyatakan bahwa proyek penafsiran terhadap teks al quran telah dikembangkan dari berbagai masa dengan cara interpretasi yang beragam.
       Dalam tulisan ini, membahas tentang tiga tipologi  intepretasi al-Qur’an dalam era modern dan kontemporer. Tipologi ini antara lain adalah; 1) tradisional quasi-obyektivis intepretation, 2) modernis quasi-obtektivist intepretation, 3) subjectivist intepretation.
Berbicara tentang metode pembacaan al-Qur’an pada masa kini, maka pertanyaan yang muncul adalah ; bagaimana seharusnya  sarjana-sarjana Muslim kontemporer menafsirkan al-Qur’an, sehingga pesan-pesan ilahi dapat ditangkap secara baik dan benar? Al-Qur’an diturunkan 14 abad yang lalu, dimana situasi sosial saat itu sangat berbeda dengan kondisi saat ini. Haruskah kita memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-qur’an secara literal dan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan pemahaman literal tersebut? Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ulama masa kini berbeda pendapat.




B.       Tipologi penafsiran Kontemporer
             Berbicara tentang tipe pemahaman para ulama’terhadap teks al-Qur’an sangat beragam sesuai dengan keberagaman metode, akan tetapi ada tiga tipe kalau ditinjau dari segi subyektifitas dan obyektifias penafsiran, ketiganya adalah
1.    Pandangan Quasi-obyektivis tradisional
Yang  dimaksud dengan Quasi obyektivis tradisional adalah suatu pandangan bahwa ajaran al-Qur’an harus dipahami, ditafsirkan dan diaplikasikan pada masa kini, sebagaimana dipahami dan diaplikaskan pada masa al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad dan disampaikan kepada genersi muslim awal. Yaitu masyrakat Makkah dan Madinah pada waktu itu.
Akan tetapi dalam  menafsirkan al-Qur’an tentunya kita tidak bisa dipisahkan oleh keilmuan para ulama’Salaf yang memang memiliki keahlian dalam bidang penafsiran sehingga kita mengenal ilmu Asbabunnuzul, ilmu Asbabunnuqul, munasabatul ayat dan tentang ayat-ayat Muhkamat dan Mutasyabihat dan lain sebagainya sehingga dengannya kita akan mengetahui makna asli dari sebuah ayat al-Qur’an
2.    Pandangan Quasi-Obyektifis modernis
Pandagan ini hampir sama dengan obyektifis tradisional yang tidak melupakan cara penafsiran ulama’ salaf sebagai pijakan awal bagi pembacaan al-Qur’an pada masa kini, akan tetapi makna literal tidak lagi dipandang sebagai pesan utama al-Qur’an. Menurut Quasi sarjana-sarjana muslim saat ini harus juga berusaha memahami makna dibalik pesan literal yang disebut Rahman dengan ratio legis atau istilah lain disebut dengan Maqashid ( Tujun-tujun ayat ) maka dibalik  pesan literal ilmiyah yang harus diimplementasikan pada masa sekarang dan akan datang.
3.    Menurut pandangan subyektivis
Aliran  subyekifis menegaskan setiap genersi mempunyai hak untuk menafsirkan al-Qur’an  sesuai dengan perkemmbangan ilmmu pengetahuan dan pengalaman pada saat al-Qur’an ditafsirkan. Pandangan ini antara lain dianut oleh Muhammad Syahrur ia mengatakan bahwa kebenaran interpretatif terleak pada sebuah penafsiran dengan kebutuhan dan situasi serta perkembangan ilmu  ppada saat al-Qur’an ditafsirkan. Muhammad Syahrur berpegang pada sebuah pepatah atau pribahas yang mengatakan “ Tsabat  Annash waharokat  al- muuhtawa “  Bahwa sesungguhnya teks al-Qur’an tetap  tetapi kandungannya terus bergerak  atau berkembang.

C.       Ma’na cum –Maghza sebagai makna alternatif
1.    Definisi
Dari tiga pandangan diatas obyektifis tradisional, obyektifis modernis, dan pandangan subyektifis. Pandangan obyektifis modernis lebih dapat diterima dalam rangka memproyeksikan pengembangan metode pembacaan al-Qur’an pada masa kini, karna metode obyektivis tradisional memiliki banyak kelemahan. Pertama, mereka tidak memperhatikan bahwa sebagian ketetapan hukum tersurat dalam al-Qur’an, seperti hukum perbudakan tidak lagi dapat diaplikasikan dalam kehidupan pada masa sekarang. Kedua, mereka tidak membedakan antara pesan inti al-qur’an dan pesan superfisial (bukan inti). Ketiga, pandangan ini tidak memberikan peran akal secara signifikan. Keempat, mereka yang memiliki pandagan ini tidak tertarik untuk melakukan pembaharuan pemahamn terhadap teks al-Qur’an untuk mencoba menjawab tantangan-tantangan modern dengan cara mempertimbangkan adnya perbedaan antara situasi pada saat diturunkannya ayat dengan kondisi yang ada pada masa kini.
Sementara itu, pandangan subyektivis cenderung menafsirkan al-Qur’an sesuai dengan kemauan pembaca, padahal tugas pertama seorang mufassir adalah membiarkan teks yang ditafsirkan itu berbicara dan menyampaikan pesan tertentu, dan bukan sebaliknya. Akseptabilitas pandangan quasi obyektivis  modernis terletak pada apa yang disebut dengan “keseimbangan hermeneutik”, dalam arti ia memberi perhatian yang sama terhadap makna asal literal dan pesan utama  di balik makna literal. Apakah signifikansi yang dipahami pada masa Nabi atau pada saat ayat tertentu diintepretasikan? Menurut penulis dalam artikel ini, ada dua macam signifikansi: pertama, signifikansi fenomenal, yakni pesan utama yang dipahami dan diaplikasikan secara kontekstual dan dinamis mulai pada masa Nabi hingga saat ayat ditafsirkan dalam periode tertentu. Kedua, signifikan literal, yakni akumulasi ideal dari pemahaman-pemahaman terhadap signifikansi ayat. Akumulasi pemahaman ini akan diketahui pada akhir/ tujuan peradaban manusia yang dikendaki oleh Allah SWT.
    
2.    Aplikasi Pembacaan Alternatif
Selain beberapa hal yang tersebut diatas yang terkait dengan Tipologi dan Proyeksi penafsiran kontemporer terhadap al-Qur’an, teks ini juga memuat Aplikasi pembacaan alternatif. Bentuk penafsiran ini akan mencoba menguak makna dan signifikansi ayat seperti dalam al-Qur’an surat Annisa’ ayat 11, yang memuat sitem pembagian warisan yang anak laki-laki memiliki lebih banyak mendapatkan bagian ketimbang anak perempuan. Arti potongan ayat tersebut;

Artinya ; Alloh mewasiatkan kamu sekalian, bahwa anak laki-laki memiliki dua bagian dari anak perempuan.

Para ulama’ Salaf memandang potongan ayat tersebut sebagai qatiyat dalalah ( menunjuk arti yang pasti ), mengapa dalam ayat ini memiliki perbedaan persentase antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal pembagian  harta warisan. Jawabannya adalah “ Agar kita diperintahkan untuk berbuat adil karena sejarah Islam mencatat  bahwa pada masa jahiliyah tak seorangpun anak laki-laki yang mendapatkan harta warisann sehingga pesan moral yang bisa di tangkap dari ayat ini adalah masalah keadilan seperti yang di tafsirkan oleh Imam Ibnu Katsir.

D.    Kesimpulan
Dari hasil paparan  resume teks di atas dapat ditarik kesimpulan  bahwa tipe penafsiran al-Qur’an yang dilakukan oleh para pemikir muslim kontemporer saat ini sangat beragam, keberagaman ini muncul oleh karena pandangan mereka tentang hakekat al-Qur’an , selain itu juga disebabkan oleh keahlian penafsiran , akan tetapi yang terpenting adalah mencari makni sekaligus signifikansi teks dengan Hremeneutika yang seimbang  yang perlu untuk dikembangkan pada masa-masa akan datang.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar